Selasa, 21 Oktober 2014

10 Tips Membentuk Rencana Keselamatan Kerja

Keselamatan kerja merupakan faktor yang sangat penting, bahkan harus menjadi prioritas dalam menjalankan pekerjaan. Ini berlaku terutama pada karyawan yang punya pekerjaan berisiko tinggi, seperti di sektor pertambangan, konstruksi, manufaktur, dan sejenisnya.

 

Oleh karena itu, perusahaan perlu untuk memiliki rencana yang mumpuni mengenai keselamatan kerja. Berikut ini adalah 10 langkah dalam menciptakan program keselamatan kerja, seperti dikutip dari zmags.




1.Memahami Implikasi Regulasi
 
Perusahaan harus mengetahui regulasi terbaru dari pemerintah, dan memahami implikasinya terhadap perusahaan, yang biasanya bakalan berbeda. Untuk memastikan bahwa aturan perusahaan selaras dengan UU yang ada, maka perusahaan dapat memanfaatkan jasa konsultan safety.

2.Assessment
 
Lakukan assessment mengenai tiap lokasi kerja. Identifikasi lokasi-lokasi mana saja yang rawan terhadap kecelakaan kerja, kemudian identifikasi pula area-area mana saja yang berisiko untuk terjadi kecelakaan. Selanjutnya, cari pula alasan-alasan apa saja yang dapat mengakibatkan kecelakaan dan risiko kecelakaan tersebut. Prioritaskan lokasi yang punya risiko terbesar.

3.Customized Plan
 
Setelah mengidentifikasi dan mengukur risiko, kemudian saatnya untuk menyusun safety plan.Safety plan ini berbeda-beda untuk tiap lokasi, fasilitas, gedung, perlengkapan, proses, maupun staf. Buat safety plan yang customized, namun tetap sesuai dengan standar regulasi keselamatan kerja. Kemudian jadikan tiap orang dalam organisasi mempunyai peran dan tanggung jawab dalam safety plan tersebut. Hal ini penting supaya semua karyawan sadar akan pentingnya keselamatan kerja.

4.Written
 
Setelah merancang rencana yang solid, maka dokumentasikan secara tertulis mengenai program-program safety apa saja yang bakal dilaksanakan. Seluruh rencana harus ditulis, mulai dari rencana kontrol, rencana darurat, rencana komunikasi, dan lainnya. Hal ini perlu supaya rencana jelas, tidak ada yang simpang siur.

5.Training 
 
Setelah semua rencana dan prosedur safety telah didokumentasikan dengan baik, maka selanjutnya adalah saat untuk membawanya ke dunia nyata. Lakukan training supaya karyawan terbiasa dan tidak kagok dalam menjalankan safety plan. Namun jangan lakukan training sesekali saja, melainkan harus secara periodik, atau karyawan bakalan lupa. Seringkali perusahaan hanya sesekali mengadakan training, sehingga ketika safety plan diperlukan, kemudian implementasinya jadi tidak lancar.

6.Insentif
 
Untuk memotivasi karyawan supaya mau mematuhi safety plan, maka sertakan safety plan sebagai penilaian kinerja, kemudian berikan insentif khusus. Bagi karyawan yang mau mengimplementasikan safety plan dalam pekerjaannya sehari-hari, tentu penilaian kinerjanya lebih baik, dan terdapat insentif tambahan untuk itu. Tanpa insentif, maka karyawan bakalan enggan untuk mengadopsi aturan baru ini.

7.Sederhana
 
Buat safety plan yang sederhana, sehingga mudah dimengerti oleh seluruh karyawan. Ini penting supaya karyawan dapat mengaplikasikannya dalam pekerjaan sehari-hari. Jika kompleks dan sulit dimengerti, siapa yang mau mengerjakannya? Kemudian simpan mengenai dokumentasi safety plan ini dalam tempat yang mudah dijangkau oleh seluruh karyawan. Berikan mereka akses langsung kepada dokumentasi ini. Mudahnya, simpan dokumentasi manual tersebut secara online.

8.Sistem Pelaporan Jelas
 
Buat sistem pelaporan yang jelas mengenai insiden di tempat kerja. Sehingga, semua insiden dapat tercatat dengan baik dan langsung ditangani lebih lanjut. Buat sistem yang sederhana dan mudah digunakan, juga mudah diakses oleh seluruh karyawan.

9.Hotline
 
Buat safety hotline yang selalu bersedia menjadi tempat karyawan untuk mengajukan pertanyaan terkait safety, untuk kemudian memperoleh respon dengan cepat. Sehingga, karyawan yang masih bingung mengenai prosedur yang harus dilakukannya, atau punya pertanyaan tertentu dapat langsung menghubungi hotline.

10.Partisipasi Karyawan
 
Baik dalam mengembangkan safety plan maupun mengimplementasikannya, libatkan karyawan. Dengan demikian, karyawan juga turut merasa memiliki program tersebut, bukan hanya wajib melakukannya. Hanya dengan sense of belonging tersebut, hasil yang memuaskan dapat dicapai.


Di Indonesia, masalah keselamatan kerja diatur dalam UU No.1/1970, regulasi yang diterbitkan sekitar empat dasawarsa lalu. Terdapat perdabatan mengenai apakah kerangka peraturan tersebut cukup memadai untuk melindungi pekerja. ILO (International Labour Organization) mengusulkan agar UU No.1/1970 ini direvisi dan disesuaikan dengan perkembangan terakhir, sehingga sesuai dengan ketentuan-ketentuan dalam Konvensi ILO No.155/1980 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja.


Source : indonesiasafetycenter

Selasa, 08 April 2014

3 METODE PALING POPULER UNTUK PENGOLAHAN LIMBAH B3 DI INDUSTRI


Terdapat banyak metode pengolahan limbah B3 di industri, tiga metode yang paling populer di antaranya ialah chemical conditioning, solidification/Stabilization, dan incineration. 

1. Chemical Conditioning 

Salah satu teknologi pengolahan limbah B3 ialah chemical conditioning. Tujuan utama dari chemical conditioning ialah:
  • menstabilkan senyawa-senyawa organik yang terkandung di dalam lumpur
  • mereduksi volume dengan mengurangi kandungan air dalam lumpur
  • mendestruksi organisme patogen
  • memanfaatkan hasil samping proses chemical conditioning yang masih memiliki nilai ekonomi seperti gas methane yang dihasilkan pada proses digestion
  • mengkondisikan agar lumpur yang dilepas ke lingkungan dalam keadaan aman dan dapat diterima lingkungan
Chemical conditioning terdiri dari beberapa tahapan sebagai berikut: 

a. Concentration thickening 

     Tahapan ini bertujuan untuk mengurangi volume lumpur yang akan diolah dengan cara meningkatkan kandungan padatan. Alat yang umumnya digunakan pada tahapan ini ialah gravity thickener dan solid bowl centrifuge. Tahapan ini pada dasarnya merupakan tahapan awal sebelum limbah dikurangi kadar airnya pada tahapan de-watering selanjutnya. Walaupun tidak sepopuler gravity thickener dan centrifuge, beberapa unit pengolahan limbah menggunakan proses flotation pada tahapan awal ini. 

b. Treatment, stabilization, and conditioning 

       Tahapan kedua ini bertujuan untuk menstabilkan senyawa organik dan menghancurkan patogen. Proses stabilisasi dapat dilakukan melalui proses pengkondisian secara kimia, fisika, dan biologi. Pengkondisian secara kimia berlangsung dengan adanya proses pembentukan ikatan bahan-bahan kimia dengan partikel koloid. Pengkondisian secara fisika berlangsung dengan jalan memisahkan bahan-bahan kimia dan koloid dengan cara pencucian dan destruksi. Pengkondisian secara biologi berlangsung dengan adanya proses destruksi dengan bantuan enzim dan reaksi oksidasi. Proses-proses yang terlibat pada tahapan ini ialah lagooning, anaerobic digestion, aerobic digestion, heat treatment, polyelectrolite flocculation, chemical conditioning, dan elutriation. 

c. De-watering and drying

      De-watering and drying bertujuan untuk menghilangkan atau mengurangi kandungan air dan sekaligus mengurangi volume lumpur. Proses yang terlibat pada tahapan ini umumnya ialah pengeringan dan filtrasi. Alat yang biasa digunakan adalah drying bed, filter press, centrifuge, vacuum filter, dan belt press 

d. Disposal

       Disposal ialah proses pembuangan akhir limbah B3. Beberapa proses yang terjadi sebelum limbah B3 dibuang ialah pyrolysis, wet air oxidation, dan composting. Tempat pembuangan akhir limbah B3 umumnya ialah sanitary landfill, crop land, atau injection well. 

2. Solidification/Stabilization

        Di samping chemical conditiong, teknologi solidification/stabilization juga dapat diterapkan untuk mengolah limbah B3. Secara umum stabilisasi dapat didefinisikan sebagai proses pencapuran limbah dengan bahan tambahan (aditif) dengan tujuan menurunkan laju migrasi bahan pencemar dari limbah serta untuk mengurangi toksisitas limbah tersebut. Sedangkan solidifikasi didefinisikan sebagai proses pemadatan suatu bahan berbahaya dengan penambahan aditif. Kedua proses tersebut seringkali terkait sehingga sering dianggap mempunyai arti yang sama.

Proses solidifikasi/stabilisasi berdasarkan mekanismenya dapat dibagi menjadi 6 golongan, yaitu:
  1. Macroencapsulation, yaitu proses dimana bahan berbahaya dalam limbah dibungkus dalam matriks struktur yang besar
  2. Microencapsulation, yaitu proses yang mirip macroencapsulation tetapi bahan pencemar terbungkus secara fisik dalam struktur kristal pada tingkat mikroskopik
  3. Precipitation
  4. Adsorpsi, yaitu proses dimana bahan pencemar diikat secara elektrokimia pada bahan pemadat melalui mekanisme adsorpsi.
  5. Absorbsi, yaitu proses solidifikasi bahan pencemar dengan menyerapkannya ke bahan padat
  6. Detoxification, yaitu proses mengubah suatu senyawa beracun menjadi senyawa lain yang tingkat toksisitasnya lebih rendah atau bahkan hilang sama sekali
 
      Teknologi solidikasi/stabilisasi umumnya menggunakan semen, kapur (CaOH2), dan bahan termoplastik. Metoda yang diterapkan di lapangan ialah metoda in-drum mixing, in-situ mixing, dan plant mixing. Peraturan mengenai solidifikasi/stabilitasi diatur oleh BAPEDAL berdasarkan Kep-03/BAPEDAL/09/1995 dan Kep-04/BAPEDAL/09/1995.

3. Incineration

      Teknologi pembakaran (incineration ) adalah alternatif yang menarik dalam teknologi pengolahan limbah. Insinerasi mengurangi volume dan massa limbah hingga sekitar 90% (volume) dan 75% (berat). Teknologi ini sebenarnya bukan solusi final dari sistem pengolahan limbah padat karena pada dasarnya hanya memindahkan limbah dari bentuk padat yang kasat mata ke bentuk gas yang tidak kasat mata.

       Proses insinerasi menghasilkan energi dalam bentuk panas. Namun, insinerasi memiliki beberapa kelebihan di mana sebagian besar dari komponen limbah B3 dapat dihancurkan dan limbah berkurang dengan cepat. Selain itu, insinerasi memerlukan lahan yang relatif kecil.

      Aspek penting dalam sistem insinerasi adalah nilai kandungan energi (heating value) limbah. Selain menentukan kemampuan dalam mempertahankan berlangsungnya proses pembakaran, heating value juga menentukan banyaknya energi yang dapat diperoleh dari sistem insinerasi. Jenis insinerator yang paling umum diterapkan untuk membakar limbah padat B3 ialah rotary kiln, multiple hearth, fluidized bed, open pit, single chamber, multiple chamber, aqueous waste injection, dan starved air unit. Dari semua jenis insinerator tersebut, rotary kiln mempunyai kelebihan karena alat tersebut dapat mengolah limbah padat, cair, dan gas secara simultan.



Sources :  http://nurullathifah.wordpress.com

Kamis, 23 Januari 2014

CARA MEMPERLAKUKAN LIMBAH

Untuk mengurangi jumlah limbah yang semakin banyak, kita perlu mengolah limbah menjadi barang barang yang lebih berguna.
  • Untuk limbah organik, kita dapat memprosesnya menjadi pupuk kompos.
Kompos adalah hasil penguraian parsial / tidak lengkap dari campuran bahan-bahan organic yang dapat dipercepat secara artificial oleh populasi berbagai macam mikroba dalam kondisi lingkungan yang hangat, lembab, dan aerobic atau anaerobic.

Kompos sangat berpotensi untuk dikembangkan mengingat semakin tingginya jumlah sampah organik yang dibuang ke tempat pembuangan akhir dan menyebabkan terjadinya polusi bau dan lepasnya gas metana ke udara.

Pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba-mikroba yang memanfaatkan bahan organik sebagai sumber energi. Membuat kompos adalah mengatur dan mengontrol proses alami tersebut agar kompos dapat terbentuk lebih cepat. Proses ini meliputi membuat campuran bahan yang seimbang, pemberian air yang cukup, mengaturan aerasi, dan penambahan aktivator pengomposan. Pengomposan merupakan alternatif penanganan yang sesuai.

Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa dengan melakukan kegiatan composting sampah organik yang komposisinya mencapai 70%, dapat direduksi hingga mencapai 25%.
  • Untuk limbah anorganik, kita dapat mengolahnya dengan mendaur ulang menjadi sebuah benda yang memiliki nilai estetika atau nilai guna.
Pemanfaatan kembali secara langsung, misalnya pembuatan kerajinan yang berbahan baku dari barang bekas, atau kertas daur ulang. Sedangkan pemanfaatan kembali secara tidak langsung, misalnya menjual barang bekas seperti kertas, plastik, kaleng, koran bekas, botol, gelas dan botol air minum dalam kemasan.

Plastik dari bekas makanan ringan atau sabun deterjen dapat didaur ulang menjdai kerajinan misalnya kantong, dompet, tas laptop, tas belanja, sandal, atau payung. Botol bekas minuman bisa dimanfaatkan untuk membuat mainan anak-anak. Sedotan minuman dapat dibuat bunga-bungaan, bingkai foto, taplak meja, hiasan dinding atau hiasan-hiasan lainnya.

Sampah dari bahan kaleng dapat dijadikan berbagai jenis barang kerajinan yang bermanfaat. Berbagai produk yang dapat dihasilkan dari limbah kaleng di antaranya tempat sampah, vas bunga, gantungan kunci, celengan, gift box, dan lain-lain.

Limbah gelas atau kaca yang sudah pecah dapat didaur ulang menjadi barang-barang sama seperti barang semula atau menjadi barang lainseperti botol yang baru, vas bunga, cindera mata, atau hiasan-hiasan lainnya yang mempunyai nilai artistik dan ekonomis.

Untuk kertas, banyak yang dapat kita hasilkan dari mendaur ulang kertas, seperti menjadi kotak hiasan, sampul buku, bingkai photo, tempat pensil, dan lain sebagainya.
  • Untuk limbah B3, harus ditangani dengan perlakuan khusus.

Sources :  http://nurullathifah.wordpress.com

Welcome - Ahlan Wa Sahlan - Selamat Datang

Selamat Datang Kepada Rekan-Rekan Di Blog Ini, Semoga Isi Tulisan Dari Blog Ini Bisa Bermanfaat Untuk Kita Semua

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Blog Ini Adalah Kreativitas Pelaksana Kerja PLIB Dari HSE, Untuk HSE Dan Oleh HSE

About

Blogger news

Blogger templates