Kamis, 30 Juni 2011

Behavioral Safety VS Unsafe Behavior


A. Pengertian Behavioral Safety 
           Behavioral safety adalah aplikasi sistematis dari riset psikologi tentang perilaku manusia pada masalah keselamatan (safety) ditempat kerja. Behavioral safety lebih menekankan aspek perilaku manusia terhadap terjadinya kecelakaan di tempat kerja. 
           Suizer (1999) salah seorang praktisi Behavioral Safety mengemukakan bahwa para praktisi safety telah melupakan aspek utama dalam mencegah terjadinya kecelakaan kerja yaitu aspek behavioral para pekerja. Pernyataan ini diperkuat oleh pendapat Dominic Cooper. Cooper (1999) berpendapat walaupun sulit untuk di kontrol secara tepat, 80-95 persen dari seluruh kecelakaan kerja yang terjadi disebabkan oleh unsafe behavior.

           Pendapat Cooper tersebut didukung oleh hasil riset dari NCS tentang penyebab terjadinya kecelakaan kerja. Hasil riset NCS menunjukkan bahwa penyebab kecelakaan kerja 88% adalah adanya unsafe behavior, 10% karena unsafe condition dan 2% tidak diketahui penyebabnya. Penelitian lain yang dilakukan oleh DuPont Company menunjukkan bahwa kecelakaan kerja 96% disebabkan oleh unsafe behavior dan 4% disebabkan oleh unsafe condition.


      Unsafe behavior adalah  type perilaku yang mengarah pada kecelakaan seperti bekerja tanpa menghiraukan keselamatan, melakukan pekerjaan tanpa ijin, menyingkirkan peralatan keselamatan, operasi pekerjaan pada kecepatan yang berbahaya, menggunakan peralatan tidak standar, bertindak kasar, kurang pengetahuan, cacat tubuh atau keadaan emosi yang terganggu (Miner,1994).
          Menurut Suizer peningkatan peraturan keselamatan; safety training ; peningkatan alat-alat produksi; penegakan disiplin dan lain-lain belum cukup untuk mencegah kecelakaan kerja. Perubahan yang didapatkan tidak bisa bertahan lama karena para pekerja kembali pada kebiasaan lama yaitu unsafe behavior.Unsafe behavior merupakan penyumbang terbesar dalam terjadinya kecelakaan kerja maka untuk mengurangi kecelakaan kerja dan untuk meningkatkan safety performance hanya bisa dicapai dengan usaha memfokuskan pada pengurangan unsafe behavior.
           Fokus pada unsafe behavior ini juga menghasilkan indeks yang lebih baik tentang safety performace yang ada di perusahaan dibandingkan dengan fokus pada angka kecelakaan kerja. Hal ini didasarkan pada dua alasan yaitu: kecelakaan kerja adalah hasil akhir dari serentetan unsafe behavior dan unsafe behavior bisa di ukur setiap hari dengan cara tertentu.

           Jika perusahaan berfokus pada angka kecelakaan kerja maka sistem management safety cenderung bersifat reaktif. Perusahaan hanya memperhatikan safety jika angka kecelakaan kerja meningkat. Sebaliknya pendekatan behavioral safety cenderung bersikap proaktif, sebab dengan pendekatan ini perusahaan cenderung berusaha untuk mengidentifikasi setiap unsafe behavior yang muncul, sehingga bisa langsung ditanggulangi.

B. Mengapa unsafe behavior terjadi ?
Orang atau pekerja sering melakukan unsafe behavior terutama disebabkan oleh : 
  • Merasa telah ahli dibidangnya dan belum pernah mengalami kecelakaan. Ia berpendapat bahwa bila selama ini bekerja dengan cara ini (unsafe) tidak terjadi apa-apa, mengapa harus berubah ??
  • Perilaku unsafe mendapat reinforcement yang besar dari lingkungan sehingga terus dilakukan dalam pekerjaan. Reinforcement yang didapat segera, pasti dan positif. 
  • Bird (dalam Muchinsky, 1987) berpendapat bahwa para pekerja sebenarnya ingin mengikuti kebutuhan akan keselamatan (safety needs) namun adanya need lain menimbukan konflik dalam dirinya. Hal ini membuat ia menomorduakan safety need dibandingkan banyak faktor. Faktor-faktor tersebut adalah keinginan untuk menghemat waktu, menghemat usaha, merasa lebih nyaman, menarik perhatian, mendapat kebebasan dan mendapat penerimaan dari lingkungan.
  • Unsafe behavior juga sering dipicu oleh adanya pengawas atau manager yang tidak peduli dengan safety. Para manager ini secara langsung atau tidak langsung memotivasi para pekerja untuk mengambil jalan pintas, mengabaikan bahwa perilakunya berbahaya demi kepentingan produksi. Keadaan ini menghasilkan efek negatif yaitu para pekerja belajar bahwa ternyata dengan melakukan unsafe behavior ia mendapat reward. Hal ini membuat unsafe behavior yang seharusnya dihilangkan namun justru mendapat reinforcement untuk muncul. Selain itu kurangnya kepedulian manager terhadap safety ini membuat pekerja menjadi meremehkan komitmen perusahaan terhadap safety.

C. Upaya Yang Biasa Dilakukan untuk Mengurangi Unsafe Behavior
Unsafe behavior dapat diminimalisasi dengan melakukan dengan beberapa cara : 
  • Yang pertama, menghilangkan bahaya ditempat kerja dengan merekayasa faktor bahaya atau mengenalkan kontrol fisik. Cara ini dilakukan untuk mengurangi potensi terjadinya unsafe behavior, namun tidak selalu berhasil karena pekerja mempunyai kapasitas untuk berprilaku unsafe dan mengatasi kontrol yang ada
  • Kedua, mengubah sikap pekerja agar lebih peduli dengan keselamatan dirinya. Cara ini didasarkan atas asumsi bahwa perubahan sikap akan mengubah perilaku. Berbagai upaya yang dapat dilakukan adalah melalui kampanye dan safety training. Pendekatan ini tidak selalu berhasil karena ternyata perubahan sikap tidak diikuti dengan perubahan perilaku. Sikap sering merupakan apa yang seharusnya dilakukan bukan apa yang sebenarnya dilakukan.
  • Ketiga, dengan memberikan punishment terhadap unsafe behavior. Cara ini tidak selalu berhasil karena pemberian punishment terhadap perilaku unsafe harus konsisten dan segera setelah muncul, hal inilah yang sulit dilakukan karena tidak semua unsafe behavior dapat terpantau secara langsung.
  • Keempat, dengan memberikan reward terhadap munculnya safety behavior. Cara ini sulit dilakukan karena reward minimal harus setara dengan reinforcement yang didapat dari perilaku unsafe. 

D. Pendekatan Behavior Safety untuk  Mengurangi Unsafe Behavior 
Cooper (1999) mengidentifikasi adanya tujuh kriteria yang sangat penting bagi pelaksanaan program behavioral safety. 

1. Melibatkan Partisipasi Karyawan yang Bersangkutan
            Salah satu faktor yang mendukung keberhasilan behavioral safety adalah karena melibatkan seluruh pekerja dalam safety management. Pada masa sebelumnya safety management bersifat top-down dengan tendensi hanya berhenti di management level saja. Hal ini berarti para pekerja yang berhubungan langsung dengan unsafe behavior tidak dilibatkan dalam proses perbaikan safety performance. Behavioral safety mengatasi hal ini dengan menerapakn sistem bottom-up, sehingga individu yang berpengalaman dibidangnya terlibat langsung dalam mengidentifikasi unsafe behavior. Dengan keterlibatan workforce secara menyeluruh dan adanya komitmen, ownership seluruh pekerja terhadap program safety maka proses improvement akan berjalan dengan baik. 

2. Memusatkan Perhatian pada Perilaku Unsafe yang Spesifik 

          Alasan lain keberhasilan Behavioral Safety adalah memfokuskan pada unsafe behavior (sampai pada proporsi yang terkecil) yang menjadi penyumbang terbesar terjadinya kecelakaan kerja di perusahaan. Menghilangkan unsafe behavior berarti pula menghilangkan sejarah kecelakaan kerja yang berhubungan dengan perilaku tersebut. Untuk mengidentifikasi faktor di lingkungan kerja yang memicu terjadinya unsafe behavior para praktisi menggunakan teknik behavioral analisis terapan dan memberi reward tertentu pada individu yang mengidentivikasi unsafe behavior.
Praktisi lain juga mengidentifikasikan kekurangan sistem managemen yang berhubungan agar cepat ditangani sehingga tidak lagi memicu terjadinya unsafe behavior. Unsafe atau safety behavior yang teridentifikasi dari proses tersebut disusun dalam chek list dalam format tertentu, kemudian dimintakan persetujuan karyawan yang bersangkutan. Ketika sistem Behavioral Safety semakin matang individu menambahakan unsafe behavior dalam check list sehingga dapat dikontrol atau dihilangkan. Syarat utama yang harus dipenuhi yaitu, unsafe behavior tersebut harus observable, setiap orang bisa melihatnya.  

3. Didasarkan pada Data Hasil Observasi 

         Observer memonitor safety behavior pada kelompok mereka dalam waktu tertentu. Makin banyak observasi makin reliabel data tersebut, dan safety behavior akan meningkat.  

4. Proses Pembuatan Keputusan Berdasarkan Data 

         Hasil observasi atas perilaku kerja dirangkum dalam data prosentase jumlah safety behavior. Berdasarkan data tersebut bisa dilihat letak hambatan yang dihadapi. Data ini menjadi umpan balik yang bisa menjadi reinforcement positif bagi karyawan yang telah berprilaku safe, selain itu bisa juga menjadi dasar untuk mengoreksi unsafe behavior yang sulit dihilangkan.  

5. Melibatkan Intervensi secara sistimatis dan observasional 

          Keunikan sistem behavioral safety adalah adanya jadwal intervensi yang terencana. Dimulai dengan briefing pada seluruh departemen atau lingkungan kerja yang dilibatkan, karyawan diminta untuk menjadi relawan yang bertugas sebagai observer yang tergabung dalam sebuah project team. Observer ditraining agar dapat menjalankan tugas mereka. kemudian mengidentifikasi unsafe behavior yang diletakkan dalam check list. Daftar ini ditunjukkan pada para pekerja untuk mendapat persetujuan. Setelah disetujui, observer melakukan observasi pada periode waktu tertentu (+ 4 minggu), untuk menentukan baseline. Setelah itu barulah program interverensi dilakukan dengan menentukan goal setting yang dilakukan oleh karyawan sendiri. Observer terus melakukan observasi. Data hasil observasi kemudian dianalisis untuk mendapatkan feed back bagi para karyawan. Team project juga bertugas memonitor data secara berkala, sehingga perbaikan dan koreksi terhadap program dapat terus dilakukan. 

6. Menitikberatkan pada umpan balik terhadap perilaku kerja 

         Dalam sistem behavioral safety umpan balik dapat berbentuk: umpan balik verbal yang langsung diberikan pada karyawan sewaktu observasi; umpan balik dalam bentuk data (grafik) yang ditempatkan dalam tempat-tempat yang strategis dalam lingkungan kerja; dan umpan balik berupa briefing dalam periode tertentu dimana data hasil observasi dianalis untuk mendapatkan umpan balik yang mendetail tantang perilaku yang spesifik. 

7. Membutuhkan dukungan dari manager 

         Komitmen management terhadap proses behavioral safety biasanya ditunjukkan dengan memberi keleluasaan pada observer dalam menjalankan tugasnya, memberikan penghargaan yang melakukan safety behavior, menyediakan sarana dan bantuan bagi tindakan yang harus segera dilakukan, membantu menyusun dan menjalankan umpan balik, dan meningkatkan inisiatif untuk melakukan safety behavior dalam setiap kesempatan. Dukungan dari manajemen sangat penting karena kegagalan dalam penerapan behavioral safety biasanya disebabkan oleh kurangnya dukungan dan komitmen dari manajemen.  

8. Hasil yang Diharapkan dari Penerapan Behavioral Safety 

         Ada delapan hasil penerapan behavioral safety yang terencana dalam suatu perusahaan (Cooper,1999).

a. Angka kecelakaan kerja yang rendah
b. Meningkatkan jumlah safety behavior
c. Mengurangi accident cost
d. Program tetap bertahan dalam waktu lama
e. Penerimaan sistem oleh semua pihak
f. Generalisasi behavioral safety pada sistem lain (ex: sistem manajemen)
g. Follow up yang cepat dan reguler
h. Peningkatan laporan tentang kecelakaan kerja yang terjadi

Source : http://inparametric.com

1 komentar:

  1. gan, bisa minta tolong dikasi daftar kepustakaannya ga? lagi butuh buat skripsi gan.. ini emai saya : rishad.kharisma@gmail.com

    BalasHapus

Welcome - Ahlan Wa Sahlan - Selamat Datang

Selamat Datang Kepada Rekan-Rekan Di Blog Ini, Semoga Isi Tulisan Dari Blog Ini Bisa Bermanfaat Untuk Kita Semua

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

Mengenai Saya

Foto saya
Jakarta, DKI Jakarta, Indonesia
Blog Ini Adalah Kreativitas Pelaksana Kerja PLIB Dari HSE, Untuk HSE Dan Oleh HSE

About

Blogger news

Blogger templates